AJIS SUTAN SATI Pencipta Lagu Dendang Paling Produktif

Oleh Agus Taher

Sejak penghujung tahun 1960-an, blantika musik tradisi saluang darek diramaikan oleh dua maestro paling hebat. Keduanya memiliki jurus pamungkas yang berbeda.  Yang satu, Sawir Sutan Mudo, putra Koto Kaciak Maninjau dan satunya lagi Ajis St. Sati, putra Pintu Kabun Bukittinggi. Musfar St Pamuncak juga menyebut, Ajis orang Bukit Apik. Selanjutnya, executive producer Tanama Record ini mengatakan, bahwa Ajis St. Sati lebih tua, sekitar sepuluh tahun dari Sawir St. Mudo.  Kelahiran Sawir tercatat tahun 1942.  Artinya, Ajis St. Sati diperkirakan lahir sekitar tahun 1930-an.  Lebih tuanya Ajis juga disebut Melati, penyanyi dendang terpopuler dalam era 1970-an – 1990-an.

Menyoal kehebatan kedua maestro tersebut, serta berdasarkan percermatan terhadap lagu-lagu dan rekaman suara Ajis St Sati dapat disimpulkan bahwa Ajis St. Sati lebih jagoan dalam menciptakan dan mendendangkan lagu-lagu berentak kocak.  Beberapa pengagumnya juga menyebutkan bahwa Dia pun amat piawai menggelitik orang dengan pantun-pantun aktual berdasarkan kurenah penonton yang hadir dalam acara basigurau.  Isi pantun aktual tersebut terkadang garah, atau sindiran tak menyakitkan, meskipun ada juga tentang parasaian.

 Sementara Sawir St. Mudo dikenal publik penyuka dendang sebagai spesialis ratok, yang ilau-ilau lagu dan penjiwaannya ketika berdendang sering memancing isak tertahan dan tangis penonton.  Nasrul St. Sidik, Wali Nagari Koto Kaciak Maninjau, mengibaratkan bahwa jarum jahit yang jatuh pun kedengaran, bila Sawir sudah berdendang ratok.  Begitu hening mencekamnya suasana terpukaunya penonton ketika Sawir berdendang ratok.  Ratok Sawir, memancing tangis sebagian besar penonton.

Kehebatan dan perbedaan keduanya mirip dengan kepiawaian dan karakter dua orang maestro lagu pop Minang.  Tiar Ramon berkarakter Ajis St Sati, artinya bersuara empuk, bening dan memiliki “garinyiak” yang terpola dengan teknik olah vokal yang lebih prima.  Sementara Zalmon berkarakter Sawir St Mudo, bersuara khas ratok dengan penjiwaan yang lebih kental, yang cara berdendangnya disebut “menikam jantung” oleh penikmat musik Minang.

Dan, yang paling penting kita catat adalah kedua maestro dendang tersebut memiliki keteguhan sikap yang sama dalam melestarikan lagu-lagu tradisi dendang.  Semua lagu Ajis dan Sawir tidak pernah berbaur dengan melodi lagu non-dendang, seperti lagu Melayu dan India, sebagaimana banyak dilakukan oleh pencipta lagu dendang lainnya.

Sebagai contoh, lagu yang sangat populer dan hit, Dikijoknyo Den ciptaan Am Balerong dan Cinto Nan Suci ciptaan Dt. Bandaro Bodi, sama-sama mengadopsi lagu yang sama dalam film Nagin, India.  Begitu juga, lagu dendang terlaris dalam era 1980-an, Buruang Bondo dan Kolak Sarabi ciptaan Asben, merupakan lagu dalam film India.  Sementara lagu Sabiduak Samo Baranang ciptaan Imra S mengadopsi lagu Melayu, Tak Mau Dimadu.

Meskipun demikian, pembauran musik tradisi dengan musik luar tersebut bukan semata-mata sebuah kesalahan dan kekeliruan.  Pembauran yang dilakukan oleh Asben dkk malah memicu lagu tradisi sub etnik Minang tertentu meraih posisi yang lebih universal.  Artinya, lagu saluang darek tidak lagi hanya diminati oleh orang darek, akan tetapi disukai juga oleh orang Padang, Piaman, dan Pesisir Selatan.

Ajis Pencipta Dendang “Tradisi Modern”

Ajis  St. Sati pertama kali dibawa rekaman oleh Zainal Arifin (Combo) ke Malaysia tahun 1969.   Rekaman ketika itu dalam bentuk piringan hitam.   Selanjutnya, Ajis direkam oleh Tanama Record di studio Dimita-Cikini pada tahun 1971, memuat lagu Siriah Langkok dan Sarasah Badarun.   Dalam rekaman tersebut, posisi Ajis St. Sati adalah sebagai pencipta lagu dan penyanyi, sementara mitra peniup saluang yang selalu menemaninya adalah Anwar St. Saidi.  Imran Boer, salah seorang musisi kondang Agam, menyebutkan pula bahwa peniup saluang Mak Idi dan Mak Lenggang, juga sering menemani Ajis St Sati dalam acara bagurau di lapangan.

Menyimak dan menganalisis lebih jauh tentang karakter lagu-lagu Ajis St Sati dengan menggunakan lagu Sawir St.  Mudo sebagai pembanding, secara tegas dapat disimpulkan bahwa hampir semua lagu-lagu Sawir St. Mudo lebih kental karakter tradisi saluangnya.  Unsur melodi saluang menjadi roh dendangnya.  Cara mendendangkannya pun lebih tradisional, berbasis “ilau-ilau” dimana birama atau kepastian ketukan musik tidak terlalu dipertimbangkan. Sawir berdendang, mengikuti mengalirnya rasa dan imajinasinya dalam mengawinkan lirik dan irama lagu, sehingga kadang-kadang “menabrak mat”.

Orang yang awam dengan lagu-lagu tradisi saluang, agak sulit membedakan lagu- lagu karya Sawir Sutan Mudo, samahalnya dengan hampir samanya intro lagu yang dimainkan untuk setiap rekaman Sawir St Mudo.

Bagi sawir, dan umumnya pendendang lainnya, yang paling utama dalam sebuah lagu dendang adalah bagaimana menemukan lirik yang menyentuh, kemudian lirik itu diperhebat dengan penjiwaan khas ratok.  Barangkali, karakter mencipta dan berdendang khas ratok Sawir ini dipengaruhi juga oleh liku-liku perjalanan kehidupan Sawir St. Mudo.

Dalam film dokumentar produksi Dewan Kesenian Sumbar berjudul SAWIR ST. MUDO SEBAGAI MAESTRO SENI TRADISI SALUANG, disebutkan bahwa ibunya meninggal tak lama setelah Ia lahir, sedangkan ayahnya meninggal ketika Sawir berumur 6 tahun.  Nasib sebagai anak yatim-piatu inilah yang mungkin membuat berbagai deraan kehidupan menjadi peruntungan Sawir St Mudo.

Sementara lagu-lagu Ajis St. Sati bercorak lain. Meskipun bernuansa tradisi, akan tetapi Ajis begitu piawai mengawinkan notasi atau melodi saluang-tanpa birama dengan tiupan saluang sebagai rhytem yang berbirama atau memiliki rentak yang pasti.  Sebagaimana kita ketahui, semua tiupan saluang memiliki dua pola yang berbeda.  Yang pertama, tiupan saluang yang berfungsi sebagai melodi utama, sama halnya dengan intro dan interlude dalam musik modern.  Yang kedua, tiupan saluang yang berfungsi sebagai rhytem ketika penyanyi saluang berdendang. Lagu-lagu ciptaan Ajis betul-betul mempertimbangkan kedua unsur tiupan saluang tersebut.

Disamping itu, barangkali juga Ajis terpengaruh oleh alat musik tradisi darek lainnya, yakni talempong. Talempong adalah alat musik utama orang darek, kedua setelah saluang.  Dan, musik talempong itu berbirama, artinya mengenal rentak, terpola dalam ketentuan musik modern, yakni adanya kepastian ketukan nada.  Dari perspektif lain, dapat pula disebut bahwa pengaruh rhytem saluang dan talempong lebih dominan dalam lagu-lagu Ajis St. Sati.

Barangkali itulah alasannya, sebagian besar lagu-lagu Ajis St. Sati direkam dan dipopulerkan dalam versi musik pop Minang oleh Elly Kasim, Tiar Ramon dan penyanyi lainnya, seperti lagu Malereang, Mudiak Arau, dan Tanti Batanti.  Lagu-lagu Sawir St. Mudo, yang kebetulan jumlahnya  juga lebih sedikit, hampir tak ada yang direkam dalam versi pop Minang.

Namun, yang paling luar biasa adalah keuletan dan kecermatan Ajis Sutan Sati dalam berkarya. Semua lagu Ajis, hampir berbeda motif dan notasinya.  Antara lagu Singgalang Jaya, Siriah Langkok dan Tanti Batanti sangat mudah membedakannya. Semua besar lagu Ajis tersebut, sudah dipopulerkan dalam versi pop modern.   Ketika Ajis merekamnya dalam versi tradisi, lagu-lagu tersebut juga sudah sangat terasa modernnya, artinya memiliki rentak atau birama.

Dalam konteks perbedaan antar lagu ini, maka hampir tak ada pencipta lagu dendang tradisi yang mampu menandingi Ajis Sutan Sati.  Oleh karena itu, dalam perspektif karya cipta, maka  gelar “Raja Dendang“,  paling pantas disematkan kepada sosok Ajis St Sati.

Aneh dan Langka !

Mengupas kembali fenomena karakter lagu-lagu Ajis St. Sati yang berbirama seperti disebutkan sebelumnya, maka terasa ada yang aneh.    Ajis lebih tua sekitar sepuluh tahun dari Sawir, yang berarti Ajis lebih duluan bergelut dengan musik tradisi saluang dibandingkan Sawir.  Dalam tradisi pergurauan tempo doeloe, maka lagu-lagu berkarakter lagu Sawir yang lebih mengakar dalam masyarakat darek.  Sementara, seni talempong lebih umum dipergelarkan dalam iven-iven seremonial.  Biasanya musik talempong digunakan sebagai musik pengiring tari.  Artinya, kenapa Ajis yang lebih senior atau lebih tua, ternyata lebih modern kemasan karya ciptanya dibandingkan Sawir?

 Jawaban sementara yang masuk akal, barangkali adanya peran faktor eksternal yang mempengaruhi Ajis St. Sati.  Persentuhannya dengan sosok pemusik modern, Zainal Combo, ketika masuk dapur rekaman di akhir tahun 1960-an, diperkirakan cukup besar, terutama perlunya lagu-lagu tradisi yang bisa diiringi dengan musik modern.  Suksesnya lagu Tanti Batanti dalam rekaman perdana Ajis, menyebabkan Ajis menjadi pencipta lagu tradisi yang paling dicari di era 1970-an itu.  Maknanya, Ajis St Sati seperti dikondisikan “terpaksa” berkarya dalam 2 perspektif, yakni roh lagu tradisi tetap dipertahankan, akan tetapi mesti memenuhi strandar musik modern yang berbirama.

Meskipun demikian, beberapa musisi dan pengamat menyebutkan pula bahwa Ajis dan Sawir seringkali membawakan lagu yang berbeda karakter. Daya tarik keduanya tetap berbeda.  Lagu Ajis yang berentak kocak, ketika dinyanyikan Sawir, tetap saja kehilangan kekuatannya, sementara lagu Sawir yang bernuansa ratok, ketika didendangkan oleh Ajis, hasilnya tetap saja tak sedahsyad ketika Sawir melantunkanya.

Oleh karena itu, untuk lebih jelasnya karakter lagu Ajis, maka perlu ditelusuri lebih lanjut dua hal.  Pertama, apakah Ajis St. Sati penggemar atau sering bergabung dengan grup talempong.  Kedua, apakah masa kanak-kanak Ajis St Sati lebih “happy” dari Sawir St Mudo, meskipun dengan memperhatikan foto cover album Tanti Batanti, patut diduga nasib Ajis lebih naik.   Wajah cerianya lebih nampak.

Lagunya Berlirik Antik dan Ever Green

 Lebih puitisnya karya cipta lagu seseorang, sebenarnya sudah dapat diprediksi dari pilihan judul lagu yang diciptakannya.  Judul lagu yang puitik atau spesifik seringkali menjadi daya tarik penting, sebagaimana seorang novelis membuat judul buku atau seorang wartawan memilih topik berita yang aktual.   Dalam konteks lagu, fenomena tersebut dapat kita simak dari judul lagu Bapisah Bukannyo Bacarai-nya Tarun, Kasiak 7 Muaro-nya Agus Taher, Takicuah Di Nan Tarang-nya Dasri Saira atau Rantau Den Pajauah-nya Ipank.   Judul lagu sudah memiliki keingin-tahuan orang.

Ajis Sutan Sati lebih duluan memprakteknya.  Bahkan pilihan judul-judul lagunya lebih antik dan misterius.  Itu yang dapat kita lihat dari judul lagu: Tanti Batanti, Mudiak Arau, Singgalang Jaya, Siriah Langkok, Sarasah Badarun, dan lainnya.  Tambilang Tanti Batanti adalah sebaris kalimat yang tak biasa, menggunakan bahasa klasik yang menimbulkan rasa keingin-tahuan, sementara Mudiak Arau, malah tidak ditemukan dalam lirik lagu.  Akan tetapi Ajis cerdik, kata Mudiak Arau memiliki daya tarik dan keingin-tahuan. Selanjutnya, kenapa muncul imajinasi Singgalang sebagai sebuah gunung, kemudian ditambahkan kata “jaya”.  Misterinya, dalam hal apa gunung Singgalang itu jaya, kenapa tidak Merapi Jaya ?

Judul lagu  antik ditambah dengan lirik lagu pilihan, serta diperkuat dengan melodi lagu yang kuat, yang selalu tampil beda antar lagu membuat lebih dari separoh lagu karya cipta Ajis Sutan Sati menjadi lagu legendaris sepanjang masa.  Kehebatan seorang Ajis ini langka.

 Bukan itu saja !        Kepiawaian Ajis Sutan Sati dalam mentransfer “galitiak saluang” menjadi “garinyiak dendang” ketika Ajis bernyanyi, seperti dalam rekaman lagu Singgalang Jaya, semakin memperkokoh posisi Ajis Sutan Sati sebagai maestro dendang nomor wahid yang pernah lahir di bumi Minangkabau.

Tambilang tanti batanti / Satanti ambiak panaruko
Panaruko sawah di Kajai
Nan hilang dapek diganti / Diganti indak ka sarupo,
Sarupo indak saparangai

(Penggalan lagu Tanti Batanti

Rancak ranahnyo Kubu Tanjuang
Tampak nan dari Kubang Putiah
Babelok jalan ka Piladang
Bapasan denai ka nan kanduang
Usah diaja makan siriah
Carai jo sapah kok tagamang

Lah masak padi rang Canduang
Disabik anak Koto Baru
Maindang sadang tangah hari
Sajak bacarai jo nan kanduang
Taragak di galu-galu
Jo ampiang   sajo dilapehi

(Penggalan lagu Siriah Langkok

Anak urang Sabu Andaleh, yo mamak oi
Singgah ka rumah Si Sutan Mudo, Si Sutan Mudo
Bia abih oi bialah tandeh, yo tuan ei
Hati den kanai kabaa juo, Kabaa juo

Indak dapek musim manyabiek ndeh tuan oi
Musim manuai den nanti juo, Den nanti juo
Indak dapek tarago gadieh yo diak oi
Baranak ampek den nanti juo, Den nanti juo

(Penggalan lirik Mudiak Arau)

Beberapa lagu dendang karya cipta Ajis Sutan Mudo yang populer

  1. Mudiak Arau
  2. Singgalang Jaya
  3. Siriah Langkok
  4. Tanti Batanti
  5. Talago Biru
  6. Batang Hari
  7. Sinar Riau
  8. Lubuak Sao
  9. Randang Kopi
  10. Ombak Mamacah
  11. Malereang Tabiang
  12. Bayang Salido
  13. Singgalang Maimbau
  14. Alang Tabang
  15. Pariaman Kini
  16. Sawah Rawang
  17. Si Bungsu Babilang Malang
  18. Riak Tanjuang Sani
  19. Sabai Nan Aluih
  20. Indang Sari Lamak

 


2 thoughts on “AJIS SUTAN SATI Pencipta Lagu Dendang Paling Produktif

  1. Halo kak, saya suka sekali dengan konten kakak yang membahas tentang Ajis Sutan Sati. Penjelasan yang lengkap membuat saya tertarik untuk menambahkan artikel yang kakak buat ke dalam sempro saya. Apakah boleh saya meminta referensi dari artikel yang kakak buat? Terima kasih sebelumnya…

    Like

    • Maaf, sangat terlambat membalas pesan Yunda, karena ada kesibukan. Saya penulis dan pemusik dan produser rekaman. Jadi saya, banyak tahu ttg karir alm Ajis St. Sati. Beberapa lagunya saya pelajari dari dokumen kaset yang ada.

      Like

Leave a comment